Kali ini saya lagi kembali memberikan or membagikan ilmu yang saya dapat pas sememster pertamam di PNUP mengenai contoh laporan IODINASI ASETON,,,,,,,,,,,
I O D I N A S I A S E T O N
I.
Tujuan
Percobaan :
Menentukan orde reaksi
Menghitung laju reaksi berdasarkan pengaruh konsentrasi
dan temperatur
Menghitung energi aktivasi
II.
Alat
dan Bahan
a. Alat yang digunakan :
Aseton 4M
HCl 1M
Iodium(L) 0,005M
Aquadest
Es (Sebagai pendingin)
b. Bahan yang digunakan
Erlenmeyer 125 ml
Gelas Ukur 25 ml
Gelas Kimia 100ml & 400 ml
Pipet Ukur 10
ml & 25 ml
Pipet Gondok 5 ml
& 10 ml
Thermometer 100°C
Stop Watch
Bola hisap
Hot Plate
Labu Semprot
III.
Dasar teori
Pengertian
Laju Reaksi
Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu
proses berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam
satu satua waktu. Satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun.
Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring
dengan bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit,
sedangkan produk semakin banyak. Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya
pereaksi atau laju terbentuknya produk.
a.
Orde
Reaksi
Orde reaksi adalah banyaknya faktor konsentrasi zat reaktan
yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat
diturunkan dari persamaan
reaksi tetapi
hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Suatu reaksi yang diturunkan
secara eksperimen dinyatakan dengan rumus kecepatan reaksi :
v
= k (A) (B) 2
persamaan
tersebut mengandung pengertian reaksi orde 1 terhadap zat A dan merupakan
reaksi orde 2 terhadap zat B. Secara keselurahan reaksi tersebut adalah reaksi
orde 3.
Merubah
konsentrasi dari suatu zat di dalam suatu reaksi biasanya merubah juga laju
reaksi. Persamaan laju menggambarkan perubahaan ini secara matematis. Order
reaksi adalah bagian dari persamaan laju.
Mengukur laju reaksi
Ada beberapa
cara untuk mengukur laju dari suatu reaksi. Sebagai contoh, jika gas dilepaskan
dalam suatu reaksi, kita dapat mengukurnya dengan menghitung volume gas yang
dilepaskan per menit pada waktu tertentu selama reaksi berlangsung.
Definisi Laju ini dapat diukur
dengan satuan cm 3 s -1. Bagaimanapun, untuk lebih formal
dan matematis dalam menentukan laju suatu reaksi, laju biasanya diukur dengan
melihat berapa cepat konsentrasi suatu reaktan berkurang pada waktu tertentu.
Sebagai contoh, andaikan kita
memiliki suatu reaksi antara dua senyawa A dan B
. Misalkan setidaknya salah satu mereka merupakan zat yang bisa diukur
konsentrasinya-misalnya, larutan atau dalam bentuk gas.
Untuk reaksi
ini kita dapat mengukur laju reaksi dengan menyelidiki berapa cepat
konsentrasi, katakan A, berkurang per detik. Kita mendapatkan, sebagai contoh,
pada awal reaksi, konsentrasi berkurang dengan laju 0.0040 mol dm -3
s -1 . Hal ini berarti tiap detik konsentrasi A
berkurang 0.0040 mol per desimeter kubik. Laju ini akan meningkat seiring
reaksi dari A berlangsung. Untuk persamaan laju dan order
reaksi, laju reaksi diukur dengan cara berapa cepat konsentrasi dari suatu
reaktan berkurang. Satuannya adalah mol dm -3 s -1 Order
reaksi selalu ditemukan melalui percobaan. Kita tidak dapat menentukan apapun
tentang order reaksi dengan hanya mengamati persamaan dari suatu reaksi. Jadi
andaikan kita telah melakukan beberapa percobaan untuk menyelidiki apa yang
terjadi dengan laju reaksi dimana konsentrasi dari satu reaktan, A,
berubah, Beberapa hal-hal sederhana yang akan kita temui adalah ;
Kemungkinan pertama : laju reaksi berbanding
lurus dengan konsentrasi A
Hal ini
berarti jika kita melipatgandakan konsentrasi A, laju reaksi
akan berlipat ganda pula. JIka kita meningkatkan konsentrasi A
dengan faktor 4, laju reaksi pun akan menjadi 4 kali lipat. Kita dapat
mengekspresikan persamaan ini dengan simbol :
Adalah cara yang umum menulis
rumus dengan tanda kurung persegi untuk menunjukkan konsentrasi yang diukur
dalam mol per desimeter kubik (liter). Kita juga dapat menulis tanda berbanding
lurus dengan menuliskan konstanta (tetapan), k.
Kemungkinan lainnya : Laju reaksi berbanding
terbalik dengan kuadrat konsentrasi A
Hal ini berarti jika kita
melipatgandakan konsentrasi dari A, laju reaksi akan bertambah
4 kali lipat (2 2 ). Jika konsentras dari A i
ditingkatkan tiga kali lipat, laju reaksi akan bertambah menjadi 9 kali lipat
(3 2 ). Dengan simbol dapat dilambangkan dengan:
Secara umum ,
Dengan melakukan percobaan yang
melibatkan reaksi antara A dan B, kita akan mendapatkan
bahwa laju reaksi berhubugngan dengan konsentrasi A dan B
dengan cara :
Hubungan ini disebut dengan persamaan laju
reaksi :
Kita dapat
melihat dari persamaan laju reaksi bahwa laju reaksi dipengaruhi oleh pangkat
dari konsentrasi dari A dan B .
Pangkat-pangkat ini disebut dengan order reaksi terhadap A dan
B . Jika order reaksi terhadap A adalah 0
(no), berarti konsentrasi dari A tidak mempengaruhi laju
reaksi.
Order reaksi total (keseluruhan),
didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap order. Sebagai contoh, di dalam reaksi
order satu terhadap kedua A dan B (a = 1 dan
b = 1), order reaksi total adalah 2. Kita menyebutkan order reaksi total dua.
Beberapa contoh
Tiap contoh yang melibatkan reaksi antara A
dan B, dan tiap persamaan laju didapat dari ekperimen untuk
menentukan bagaimana konsentrasi dari A dan B
mempengaruhi laju reaksi.
Contoh 1:
Dalam kasus ini, order reaksi terhadap A
dan B adalah 1. Order reaksi total adalah 2, didapat dengan
menjumlahkan tiap-tiap order.
Contoh 2:
Pada reaksi ini, A berorder nol
karena konsentrasi A tidak mempengaruhi laju dari reaksi. B
berorder 2, sehingga order reaksi total adalah dua.
Contoh 3:
Contoh 3:
Pada reaksi ini, A berorder satu
dan B beroder nol, karena konsentrasi B tidak
mempengaruhi laju reaksi. Order reaksi total adalah satu.
Bagaimana bila kita memiliki reaktan-reaktan
lebih dari dua lainnya?
Tidak menjadi
masalah berapa banyak reaktan yang ada. Konsentasi dari tiap reaktan akan
berlangsung pada laju reaksi dengan kenaikan beberapa pangkat. Pangkat-pangkat
ini merupakan order tersendiri dari setiap reaksi. Order total (keseluruhan)
dari reaksi didapat dengan menjumlahkan tiap-tiap order tersebut.
Ketetapan laju
Hal yang cukup
mengejutkan, Ketetapan laju sebenarnya tidak benar-benar konstan. Konstanta ini
berubah, sebagai contoh, jika kita mengubah temperatur dari reaksi, menambahkan
katalis atau merubah katalis. Tetapan laju akan konstan untuk reaksi yang
diberikan hanya apabila kita mengganti konsentrasi dari reaksi tersebut. Anda
akan mendapatkan efek dari perubahaan suhu dan katalis pada laju konstanta pada
halaman lainnya.
Teori Tumbukan Dan Teori Keadaan Transisi
Teori
tumbukan
didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang bagaimana suatu reaksi
kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi antara dua jenis
molekul A dan B sama dengan jumiah tumbukan yang terjadi per satuan waktu
antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi persatuan
waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar
konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang
terjadi.
Teori Tumbukan Ini Ternyata Memiliki Beberapa Kelemahan,
Antara Lain :
- tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untak dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (E a ).
- molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.
Teori
tumbukan di atas diperbaiki oleh tcori keadaan transisi atau teori
laju reaksi absolut. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan
yang harus dilewati oleh molekul-molekul yang bereaksi dalam tujuannya menuju
ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keadaan transisi.
Mekanisme reaksi keadaan transisi dapat ditulis sebagai berikut:
A
+ B → T * –> C + D
dimana:
- A dan B
adalah molekul-molekul pereaksi
- T * adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi
- T * adalah molekul dalam keadaan transisi
- C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi
Secara Diagram Keadaan Transisi Ini Dapat Dinyatakan Sesuai
Kurva Berikut
Dari diagram terlibat bahwa energi pengaktifan (E a ) merupakan energi keadaan awal sampai dengan energi keadaan transisi. Hal tersebut berarti bahwa molekul-molekul pereaksi harus memiliki energi paling sedikit sebesar energi pengaktifan (Ea) agar dapat mencapai keadaan transisi (T * ) dan kemudian menjadi hasil reaksi (C + D).
Catatan :
Energi pengaktifan (= energi aktivasi) adalah jumlah energi
minimum yang dibutuhkan oleh molekul-molekul pereaksi agar dapat melangsungkan
reaksi
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
Seluruh
faktor-faktor ini termasuk didalam tetapan laju dimana sebenarnya tetap
bila kita hanya mengubah konsentrasi dari reaktan. Ketika kita mengubah suhu
maupun katalis, sebagai contoh, tetapan laju akan berubah.
Perubahaan ini digambarkan secara matematis oleh persamaan Arrhenius.Persamaan Arrhenius
Apa arti dari berbagai simbol ini ?
Mulai dari yang sederhana …
Temperatur atau suhu, T
Agar berlaku dalam persamaan, suhu harus diukur
dalam kelvin.
Konstanta atau tetapan gas, R
Tetapan ini datang dari persamaan,
pV=nRT, yang berhubungan dengan tekanan, volume dan suhu dalam jumlah tertentu
dari mol gas.
Energi aktivasi, EA
Ini merupakan
energi minimum yang diperlukan bagi reaksi untuk berlangsung. Agar berlaku
dalam persamaan, kita harus mengubahnya menjadi satuan Joule per mole, bukan kJ
mol-1. Harga dari satuan ini adalah 2.71828 … dan ini merupakan
satuan matematis seperti layaknya pi. Anda tidak perlu terlalu bingung untuk
mengerti apa artinya ini, untuk menghitung persamaan Arrhenius.
Ekspresi, e-(EA/RT)
Ekspresi ini menghitung fraksi
dari molekul yang berada dalam keadaan gas dimana memiliki energi yang sama
atau lebih dari energi aktivasi pada suhu tertentu.
Faktor frekwensi, A
Kita juga dapat menyebut ini sebagai faktor
pre-eksponensial atau faktor sterik.
A merupakan
istilah yang meliputi faktor seperti frekwensi tumbukan dan orentasinya. A
sangat bervariasi bergantung pada suhu walau hanya sedikit. A sering dianggap
sebagai konstanta pada jarak perbedaan suhu yang kecil. Pada saat ini mungkin
Anda lupa dengan persamaan Arrhenius semula. Persamaan Arrhenius didefinisikan
sebagai:
Kita dapat mengalikan kedua sisinya dengan “ln”
sehingga menjadi persamaan:
“ln” merupakan salah satu bentuk logaritma.
Menggunakan persamaan Arrhenius
Pengaruh pengubahaan suhu
Kita dapat menggunakan persamaan
Arrhenius untuk menggambarkan pengaruh dari perubahaan suhu pada tetapan reaksi
– dan tentunya laju reaksi. Jika misalkan tetapan laju berlipatganda, maka juga
laju reaksi akan berlipatganda. Lihat kembali ke persamaan pada awal dari
halaman ini bila Anda tidak yakin dengan pernyataan ini.
Apa yang terjadi ketika kita menaikkan suhu sebesar
10oC ke, misalkan, dari 20oC ke 30oC
(293 K ke 303 K)?
(293 K ke 303 K)?
Faktor
frekwensi, A, dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahaan suhu
yang kecil. Kita perlu melihat bagaimana perubahaan e-(EA/RT)
– energi dari fraksi molekul sama atau lebih dengan aktivasi energi. Mari kita
ansumsikan energi aktivasi 50 kJ mol-1. Dalam persamaan, kita perlu
menulisnya sebagai 50000 J mol-1. Harga dari konstanta gas, R,
adalah 8.31 J K-1 mol-1.
Pada 20oC(293 K) harga dari fraksi
adalah:
Dengan menaikkan suhu walau hanya sedikit (ke 303
K), peningkatannya:
Kita dapat melihat bahwa fraksi
molekul-molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu
sebesar 10oC. Hal ini menyebabkan laju reaksi hampirmenjadi
berlipatganda.
Pengaruh dari katalis
Katalis akan menyediakan rute
agar reaksi berlangsung dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Andaikan
keberadaan katalis menurunkan energi aktivasi sebesar 25 kJ mol-1.
Kita ulangi perhitungan pada 293 K :
Jika kita
membandingkan ketika harga dari aktivasi energi sebesar 50 kJ mol-1,
kita dapat melihat terjadi peningkatan yang luar biasa pada fraksi
molekul-molekul untuk dapat bereaksi. Hampir lebih dari 30000 lipat
molekul-molekul dapat bereaksi dengan keberadaan katalis dibandingkan tanpa
katalis. Sesuatu hal yang sangat luar biasa!
Pengalaman
menunjukan bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat daripada balok kayu, hal
ini berarti bahwa laju reaksi yag sama dapat berlangsung dengan kelajuan yang
berbeda, bergantung pada keadaan zat pereaksi. Dalam bagian ini akan dibahas
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pengetahuan tentang hal ini
memungkinkan kita dapat mengendalikan laju reaksi, yaitu melambatkan reaksi
yang merugikan dan menambah laju reaksi yang menguntungkan.
1. Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi
memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin
besarkonsentrasi pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga
menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil
konsentrasi pereaksi, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel,
sehingga laju reaksi pun semakin kecil.
2. Suhu
Suhu juga
turut berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu rekasi
yang berlangusng dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak,
sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin
besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif,
sehingga laju reaksi semakin kecil.
3. Tekanan
Banyak reaksi
yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti itu
juga dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan
memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah
suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa
mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis
berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis
menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah.
Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Jika kita
melihat suatu campuran dan dapat melihat suatu batas antara dua komponen, dua
komponen itu berada dalam fase yang berbeda. Campuran antara padat dan cair
terdiri dari dua fase. Campuran antara beberapa senyawa kimia dalam satu larutan terdiri hanya dari satu fase, karena kita tidak dapat
melihat batas antara senyawa-senyawa kimia tersebut.
Fase berbeda denga
istilah keadaan fisik (padat, cair dan gas). Fase dapat juga meliputi padat,
cair dan gas, akan tetapi lebih sedikit luas. Fase juga dapat diterapkan dalam
dua zat cair dimana keduanya tidak saling melarutkan (contoh, minyak dan air).
5. Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh memiliki
peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin besar luas
permukaan bidang sentuh antar partikel, maka tumbukan yang terjadi semakin
banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila
semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang
terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik
kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan
itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin
kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
Dalam percobaan ini kita
pelajari kinetika reaksi Iod dan Aseton.
O O
CH3 - C - CH3 + I2 CH3 - C - CH2I
+ H+ + I-
Selain pada konsentrasi aseton dan iod, laju reaksi juga bergantung pada
konsentrasi ion hydrogen, dimana laju reaksinya :
Laju = K
[Aseton]m [I2]n
[H+]p
m,n,p merupakan orde reaksi terhadap aseton, iod dan ion hidrogen, K
merupakan konstanta laju reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan dengan perubahan
konsentrasi iod [I2] dibagi dengan interval waktu [t] yang
diperlukan untuk perubahan tersebut.
Reaksi
iodinasi aseton mudah diamati karena :
c Iod
berwarna, sehingga kita dapat mengamati perubahan konsentrasi secara visual
c Reaksi
berorde nol terhadap Iod. Hal ini berarti bahwa laju reaksi tidak tergantung
pada [I2], [I2]0 = 1
Oleh karena itu laju reaksi tidak tergantung pada Iod, maka kita dapat
menggunakan Iod sebagai reagent pembatas dengan jumlah aseton dan ion hidrogen
berlebih. Kita dapat mengukur waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan seluruh
Iod yang ada dalam larutan. Bila konsentrasi dari aseton dan ion hidrogen jauh
lebih besar dari pada konsentrasi Iod, maka konsentrasi mereka tidak akan
berubah selama reaksi dan laju reaksi akan tetap, sampai seluruh Iod habis
bereaksi. Kemudian reaksi akan berhenti. Bila waktu yang dibutuhkan untuk
mereaksikan semua Iod (warnanya hilang) adalah t.
Walaupun laju reaksi tetap pada kondisi yang kita atur, kita dapat
mengubah-ubah konsentrasi aseton dan ion hidrogen. Bila konsentrasi ion
hidrogen dan Iod dibuat tetap sama seperti pada campuran awal, sedangkan
konsentrasi aseton dibuat menjadi 2 kali konsentrasi semula, maka persamaan
laju menjadi :
Laju 2 = K [2A]m [I2]n
[H+]p
Laju 1 = K [2A]m [I2]n
[H+]p
Setelah menghitung laju 2 dan laju 1, maka kita memperoleh angka yang
mempunyai harga yang sama dengan 2m. Berarti kita dapat memperoleh
harga m melalui logaritma. M merupakan orde reaksi terhadap aseton.
IV.
Prosedur
kerja :
Penentuan Orde reaksi
Percobaan 1
c Memipet
10 ml aseton 4M, masukkan kedalam erlenmeyer
c Memipet
10 ml HCl 1 M, masukkan kedalam erlenmeyer yang berisi aseton.
c Menambahkan
20 ml aquadest kedalam campuran tersebut
c Memipet
10 ml larutan Iod dengan pipet gondok 10 ml dan memasukkannya kedalam campuran
tersebut (serentak jalankan stop watch)
c Setelah
warna Iod menghilang, segera menghentikahn stop watch.
c Mengukur
tenperatur campuran tersebut.
Percobaan 2
c Mengulangi
percobaan A dengan mengubah konsentrasi aseton, yaitu dengan memasukkan 5 ml
aseton kedalam gelas kimia dan ditambahkan 25 Ml aquadest. Konsentrasi ion
hidrogen dan Iod dibiarkan tetap.
Percobaan 3
c Mengulangi
percobaan A dengan mengubah konsentrasi HCl, yaitu dengan memasukkan 5 ml HCl
kedalam erlenmeyer 125 ml dan ditambahkan 25 Ml aquadest. Konsentrasi aseton
dan Iod dibiarkan tetap.
Percobaan 4
c Mengulangi
percobaan A dengan mengubah konsentrasi Iod, yaitu dengan memasukkan 5 ml Iod
kedalam gelas kimia dan ditambahkan 25 ml aquadest. Konsentrasi aseton dan HCl
dibiarkan tetap. Percobaan diatas dilakukan 2 kali percobaan
Melakukan percobaan 4, tetapi dengan temperatur 50C,
10°C
dan 15°C.
Menentukan tetapan laju reaksi dan energi pengaktifan.
V.
Data
pengamatan :
No
|
Volume
Aseton
|
Volume
HCl
|
Volume
Iod
|
Volume
Air
|
Waktu
|
Temperatur
|
Perc. 1
|
||||||
1
|
10 ml
|
10 ml
|
10 ml
|
20 ml
|
142 dt
|
30°C
|
2
|
5 ml
|
10 ml
|
10 ml
|
25 ml
|
295 dt
|
30°C
|
3
|
10 ml
|
5 ml
|
10 ml
|
25 ml
|
220 dt
|
30°C
|
4
|
10 ml
|
10 ml
|
5 ml
|
25 ml
|
71 dt
|
30°C
|
VI.
Perhitungan :
1. Perhitungan
Konsentrasi
Konsentrasi Aseton 4 M
·
Volume 10 ml [ camp 1,3,4 ]
V1 M1
= V2 M2
10 ml 4M = 50
ml M2
·
Volume 5 ml [ camp 2 ]
V1 M1 = V2
M2
5ml 4
M = 50 ml M2
Konsentrasi HCl 1 M
·
Volume 10 Ml [ camp 1,2,4 ]
V1 M1 = V2
M2
10 ml 1 M
= 50 ml M2
·
Volume 5 Ml [camp 3 ]
V1 M1 = V2
M2
5 ml 1 M
= 50 ml M2
Konsentrasi Iodium 0,005 M
·
Volume 10 Ml [ camp 1,2,3 ]
V1 M1 = V2
M2
10 ml
0,005 M = 50 ml M2
·
Volume 5 Ml [ camp 4 ]
V1 M1 =
V2 M2
5 ml
0,005 M = 50ml M2
0 komentar:
Posting Komentar