I.
TUJUAN
PERCOBAAN :
Ø
Mengurutkan
stabilitas beberapa ion kompleks dari Tembaga (II).
Ø
Mengurutkan
stabilitas endapan dari senyawa Tembaga (II).
Ø
Menyimpulkan
stabilitas ion kompleks dan endapan dari senyawa Tembaga (II) dengan benar.
II.
ALAT YANG DIPAKAI :
Ø
Tabung
Reaksi 20 Buah
Ø
Rak
Tabung 1 Buah
Ø
Labu
Ukur 100 ml dan 250 ml 1+1 Buah
Ø
Gelas
kimia 250 ml dan 600 ml 1+1 Buah
Ø
Pipet
ukur 5 ml 2 Buah
Ø
Selang
karet 1 Buah
Ø
Bola
hisap 1 Buah
Ø
Labu
Semprot 1 Buah
Ø
Pengaduk
Kaca 1 Buah
Ø
Spatula
1 Buah
Ø
Kacamata
1 Buah
III.
BAHAN YANG DIGUNAKAN :
Ø
Larutan
Cu (NO3)2 0,1 M 250 Ml?
Ø
Larutan
Amoniak (NH3) 1 M 250 Ml?
Ø
Larutan
HCl 1 M 250 Ml
Ø
Larutan
NaOH 1 M 250 M
Ø
Larutan
Na2CO3 1 M 250 Ml
Ø
Larutan
Na2C2O4 1 M 250 Ml
Ø
Larutan
KNO2 1 M 250 Ml
Ø
Larutan
Na3PO4 1 M 250 Ml
Ø
Aquadest
IV.
DASAR
TEORI
Senyawa
kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan
reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang
berbeda-beda. Salah satu keistimewaan
dari reaksi kompleks adalah reaksi pergantian ligan melalui efek trans.
Tembaga
adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur pada
1038ºC. Karena potensial elektrode standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan
Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer,
meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret senyawa
tembaga. Senyawa-senyawa tembaga(I) diturunkan dari tembaga(I) oksida Cu2O
yang merah, dan mengandung ion tembaga(I), Cu+. Senyawa-senyawa ini
tak berwarna, kebanyakan garam tembaga(I) tak larut dalam air, perilakunya
mirip senyawa perak(I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga(II),
yang dapat diturunkan dari tembaga(II) oksida, CuO, hitam. Garam-garam
tembaga(II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun
dalam larutan air. Garam-garam tembaga(II) anhidrat, seperti tembaga(II) sulfat
anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan
air selalu terdapat ion kompleks tetraakuo [3].
Tembaga
memiliki elektron s tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Ini agak kurang umum
dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat oksidasi +1.
Kulit d yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam
melindungi elektron s dalam muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama
Cu lebih tinggi daripada golongan alkali. Karena elektron-elektron pada kulit d
juga dilibatkan dalam ikatan logam, panas penyubliman dan titik leleh tembaga
juga jauh lebih tinggi daripada alkali. Faktor-faktor ini bertanggung jawab
bagi sifat lebih mulia tembaga. Pengaruhnya adalah membuat lebih kovalen dan
memberi energi kisi yang lebih tinggi [4].
Kebanyakan
senyawaan CuI cukup mudah teroksidasi menjadi CuII, namun
oksidasi selanjutnya menjadi CuIII adalah sulit. Terdapat kimiawi
larutan Cu2+ yang dikenal baik, dan sejumlah besar garam berbagai
anion didapatkan, banyak diantaranya larut dalam air, menambah perbendaharaan
kompleks [4].
Dalam hal kompleks dari logam Cu, terdapat beberapa macam bilangan
koordinasi yang dapat dibentuk oleh logam ini dengan ligan, yaitu:
Bilangan Koordinasi 2 dimana struktur molekulnya yang lazim adalah linear,
contoh: ion diklorokuprat(I) [CuCl2]-, ion
dibromokuprat(I) [CuBr2]-, karbonilklorotembaga(I)
[Cu(CO)Cl], Kalium disianokuprat(I) K[Cu(CN)2], ion
diaminatembaga(I) [Cu(NH3)2]+.
Bilangan Koordinasi 3 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah trigonal
planar, contoh: ion triklorokuprat(I) [CuCl3]2-, ion
trinitratokuprat(II) [Cu(NO3)3]-, klorobis(trisikloheksilfosfina)tembaga(I)
[CuCl(Pcy3)2].
Bilangan Koordinasi 4 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah tetrahedral
atau bujur sangkar, contoh: ion tetrasianokuprat(I) [Cu(CN)4]3-,
amonium tetraklorokuprat(II) (NH4)2[CuCl4],
cesium tetraklorokuprat(II) Cs2[CuCl4], cesium
tetrabromokuprat(II) Cs2[CuBr4], ion
tetraaminatembaga(II) [Cu(NH3)4]2+
Bilangan Koordinasi 5 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah trigonal
bipiramidal, contoh: ion pentaklorokuprat(II) [CuCl5]3-
Bilangan Koordinasi 6 dengan struktur molekulnya yang lazim adalah oktahedral,
contoh: ion heksaakuotembaga(II) [Cu(H2O)6]2+,
ion heksaaminatembaga (II) [Cu(NH3)6]2+, ion
tris(etilenadiamina)tembaga(II) [Cu(en)3]2+, kalium
heksafluorokuprat(III) K3[CuF6], dan cesium
heksafluorokuprat(IV) Cs2[CuF6].
Struktur
Molekul Kompleks Bilangan Koordinasi 6
Salah satu kompleks dari tembaga yang memiliki bilangan koordinasi 6 adalah
ion heksaakuotembaga(II) [Cu(H2O)6]2+ yang
terbentuk jika ion Cu2+ bertemu dengan air dalam larutan, contohnya
ketika garam Cu2+ seperti CuSO4 dan Cu(NO3)2
dilarutkan dalam air. Kompleks ini berwarna biru muda dan berbentuk oktahedral
terdistorsi tetragonal. Tidak seperti oktahedral normal, pada bentuk
terdistorsi ini 2 ikatan Cu-Ligan yang berada di atas dan bawah bangun
oktahedral lebih panjang dari 4 ikatan Cu-Ligan yang lain.
Struktur
Molekul Kompleks Bilangan Koordinasi 4
Dengan bilangan koordinasi 4, terdapat dua kemungkinan struktur yang dapat
ditemukan yaitu tetrahedral dan bujur sangkar.
Struktur
Tetrahedral
Pada Cesium tetraklorokuprat(II) Cs2[CuCl4], jika
ditinjau dari teori ikatan valensi dapat dijelaskan strukturnya adalah
tetrahedral karena ligan menempati orbital hibrida sp3, sifat
magnetiknya sesuai dengan fakta eksperimen yaitu paramagnetik yang setara
dengan adanya satu elektron yang tidak berpasangan.
Struktur Bujur
Sangkar
Bentuk orbital hibrida dsp2 identik dengan struktur bujur
sangkar sehingga penjelasan teori ini dapat diterima. Sifat magnetiknya setara
dengan satu elektron tidak berpasangan. Kompleks ini berwarna kuning, berbeda
dari kompleks dengan kation yang lain yaitu Cs2[CuCl4]
yang berwarna oranye.
Sebelum memahami
stabilitas dari ion kompleks, harus dipahami terlebih dahulu pengertian
mengenai istilah kestabilan itu sendiri. Dalam mempelajari suatu sistem reaksi
dan senyawa kimia, ada dua pendekatan yang bisa digunakan, yaitu pendekatan
secara termodinamika, dan pendekatan kinetika.
Pada pendekatan termodinamika, maka kita membicarakan
mengenai keadaan awal dan akhir dari sistem tersebut. Pada tinjauan
termodinamika ini, suatu senyawa kimia
dapat dikatakan stabil atau tidak stabil. Selain stabilitas senyawa,
beberapa besaran yang dibahas dalam pendekatan termodinamika adalah konstanta
kesetimbangan, energi ikatan, potensial reduksi, dan besaran lain yang
mempengaruhi harga konstanta kesetimbangan. Untuk senyawa kompleks, Biltz
(1927) menggolongkan senyawa kompleks menjadi kompleks stabil dan kompleks
tidak stabil. Kompleks yang stabil memiliki kemampuan yang besar untuk tetap
mempertahankan keberadaan/identitasnya dalam suatu larutan, sementara kompleks
yang tidak stabil akan terurai dengan mudah dalam larutan.
Pendekatan kinetika lebih
menitikberatkan pada mekanisme yang terjadi
dalam reaksi dan kecepatan berlangsungnya reaksi. Selain itu, pendekatan
kinetika juga membahas energi aktivasi dalam reaksi, pembentukan kompleks
intermediate, konstanta laju reaksi dan besaran-besaran yang mempengaruhinya.
Dalam pandangan secara kinetika, maka suatu senyawa dapat dikatakan
sebagai suatu senyawa yang labil, atau senyawa inert. Terkait dengan
senyawa kompleks, Taube (1950) telah mengklasifikasikan senyawa kompleks
menjadi kompleks labil dan kompleks inert berdasarkan laju pertukaran ligan
kompleks tersebut. Kompleks yang labil mengalami pertukaran ligan dengan cepat.
Sebaliknya pada kompleks inert, pertukaran ligan berlangsung dengan sangat
lambat atau bahkan tidak berlangsung sama sekali.
Karena tinjauan yang
digunakan dalam aspek kinetika dan termodinamika berbeda, maka bukan tidak
mungkin suatu kompleks yang stabil secara termodinamika jika ditinjau secara
kinetika merupakan kompleks yang labil. Sebaliknya, suatu kompleks yang tidak
stabil mungkin saja merupakan kompleks inert.
Stabilitas suatu senyawa
bergantung pada energi reaksinya, sedangkan labilitas senyawa bergantung pada
energi aktivasi dari senyawa tersebut.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks
1. Aspek ion pusat
a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom)
Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion
pusat bertambah
b. CFSE (energi psntabilan medan ligan)
Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena
CFSE pada dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang
diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. Pengaruh CFSE terhadap
K dapat dilihat pada diagram berikut.
Bulatan-bulatan pada gambar tersebut adalah harga log K
relatif masing-masing logam bedasarkan eksperimen, sedang garis putus-putus
merupakan kecenderungan harga log K secara teoritis dengan tanpa
memperhitungkan CFSE.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan
tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya
berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran
kecil
2. Aspek ligan
a. Efek khelat
Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat
analog (yang atom donornya sama). [Ni(en)3]3+
dengan β3 sebesar 4.1018 adalah lebih
stabil dibanding [Ni(NH3)6]3+ β6
sebesar 108
a. Ukuran cincin
Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5
adalah yang paling stabil, tetapi jka ligan memiliki ikatan
rangkap, maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6.
b. Hambatan ruang (steric effect)
Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding
ligan-ligan tak bercabang yang analog.
c. Polarisabilitas
Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan
tinggi dan ukuran kecil akan membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya
berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran
kecil
IV.3 Kestabilan Kinetika.
Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G#)
pada substitusi reaksi pertukaran ligan. Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G#
semakin besar. Kompleks yang ligannya dapat digantikan oleh ligan lain dengan
cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 oC dan konsentrasi larutan
0,1 M) disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung
lambat disebut kompleks inert (lembam).
Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak
stabil bersifat labil, namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu
kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh, CN- membentuk kompleks
yang sangat stabil dengan Ni2+, hal ini tercermin dari harga K yang
besar untuk reaksi berikut :
[Ni(H2O)6]2+
+ 4CN- ↔
[Ni(CN-)4]2- + 6H2O
Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel 13CN-
, ternyata terjadi reaksi pertukaran ligan yang sangat cepat antara CN-
dengan 13CN- seperti ditunjukkan pada persamaan
reaksi berikut :
[Ni(CN-)4]2-
+ 4 13CN- ↔
[Ni(13CN-)4]2- +
4CN-
Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH3)6]3+
tidak stabil dalam larutan asam, sehingga reaksi berikut hampir sempurna
berjalan ke kanan.
4[Co(NH3)6]3+
+ 20H+ + 26H2O
↔ 4[Co(H2O)6]3+
+ 24NH4+ + O2
Akan tetapi [Co(NH3)6]3+
dapat tinggal dalam larutan asam pada suhu kamar selama beberapa hari dengan
tanpa terjadi perubahan.
Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin
keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert..
Kestabilan kinetika kompleks oktahedral dapat diprediksi
berdasarkan Aturan Taube, yaitu :
- Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya
- mengandung elektron pada orbital eg
atau
- mengandung elektron pada orbital d
kurang dari 3.
- Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya
-
tidak mengandung elektron pada orbital eg dan
-
mengandung elektron pada orbital d minimal 3.
Aturan Taube tersebut logis dan dapat dinalar. Kompleks yang
mengandung elektron pada orbital eg labil, karena elektron tersebut
posisinya dekat (behadapan langsung) dengan ligan sehingga memberikan tolakan
yang signifikan terhadap ligan dan dengan demikian ligan tersebut relatif mudah
lepas dan digantikan oleh ligan lain. Kompleks yang mengandung elektron pada
orbital d kurang dari 3 labil, karena pada kompleks tersebut masih terdapat
minimal 1 orbital t2g yang kosong dimana ligan pengganti dapat
mendekati ion pusat dengan tolakan yang relatif kecil.
V.
PROSEDUR
KERJA
Disiapkan
tabung reaksi yang bersih sebanyak 7 buah lalu beri tanda (nomor),
Masing-masing tabung reaksi diisi dengan Cu(NO3)2 0,1 M sebanyak 2 ml,
Kemudian setiap tabung ditambahkan lagi NH3 1 M sebanyak 2 ml ( catat setiap perubahan yang terjadi ),?
Lalu disetiap tabung ditambahkan larutan sebagai berikut :
Tabung 1Ø : ditambahkan larutan NH3 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 2Ø : ditambahkan larutan HCl 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 3Ø : ditambahkan larutan NaOH 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 4Ø : ditambahkan larutan Na2CO3 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 5Ø : ditambahkan larutan Na2C2O4 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 6Ø : ditambahkan larutan KNO2 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 7Ø : ditambahkan larutan Na3PO4 1 M sebanyak 2 ml,
Dihomogenkan larutan yang berada didalam? masing-masing tabung reaksi,
Masing-masing tabung reaksi diisi dengan Cu(NO3)2 0,1 M sebanyak 2 ml,
Kemudian setiap tabung ditambahkan lagi NH3 1 M sebanyak 2 ml ( catat setiap perubahan yang terjadi ),?
Lalu disetiap tabung ditambahkan larutan sebagai berikut :
Tabung 1Ø : ditambahkan larutan NH3 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 2Ø : ditambahkan larutan HCl 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 3Ø : ditambahkan larutan NaOH 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 4Ø : ditambahkan larutan Na2CO3 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 5Ø : ditambahkan larutan Na2C2O4 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 6Ø : ditambahkan larutan KNO2 1 M sebanyak 2 ml,
Tabung 7Ø : ditambahkan larutan Na3PO4 1 M sebanyak 2 ml,
Dihomogenkan larutan yang berada didalam? masing-masing tabung reaksi,
VI.
DATA
PENGAMATAN
NO.
TABUNG
|
PERLAKUAN
|
HASIL
PENGAMATAN
|
|
-
Cu2+ 2 ml + 2 ml NH3
-
Cu2+ 2 ml + 4 ml NH3
-
Cu2+ 2 ml + 5 ml NH3
|
-
Warna larutan ion Cu2+ biru
muda Ditambahkan 2 ml NH3
menjadi biru tua ada endapan.
-
Warna larutan
biru tua dan tidak terdapat endapan.
-
Warna larutan
biru tua dan tidak terdapat endapan
|
|
-
2 ml Cu2+ + 2 ml NaOH
|
-
Warna
larutan ion Cu2+ biru muda Ditambahkan 2 ml OH-
|
|
|
|
|
|
|
PEMBAHASAN
A.
Reaksi
– reaksi yang terjadi antara lain sebagai berikut:
Pada praktikum ini kita akan melihat
hasil reaksi dari tembaga 2 dengan beberapa ligan.
1.
Reaksi
ion hekasaquotembaga(II) dengan ion hidroksida
Pada reaksi ini kita dapat
melihat pembentukan endapan warna biru. Hal ini terjadi karena Ion hidroksida
(dari, katakanlah, larutan natrium hidroksida) menggantikan ion hidrogen dari
ligan air dan kemudian melekat pada ion tembaga. Setalah ion hidrogen
dihilangkan dari dua molekul air, maka akan diperoleh kompleks tidak bermuatan
– kompleks netral. Kompleks ini tidak larut dalam air dan terbentuk endapan.
Pada tabung reaksi,
perubahan warna yang terjadi adalah:
2.
Reaksi
ion heksaaquotembaga(II) dengan larutan amonia
Amonia dapat berperan
sebagai basa maupun ligan. Dengan jumlah amonia yang sedikit, ion hidrogen
dihilangkan dengan pasti seperti pada kasus ion hidrogen menghasilkan kompleks
netral.
Endapan yang terbentuk larut saat ditambahkan
amonia berlebih.
Amonia menggantikan air sebagai ligan untuk menghasilkan ion tetraamindiaquotembaga(II). Dengan catatan hanya empat dari enam molekul air yang digantikan.
Amonia menggantikan air sebagai ligan untuk menghasilkan ion tetraamindiaquotembaga(II). Dengan catatan hanya empat dari enam molekul air yang digantikan.
[Cu(H2O)6]2+(aq) +4 NH3
[Cu(NH3)6]2+ + 4 H2O
Perubahan warna yang terjadi adalah:
3.
Reaksi
ion heksaaquotembaga(II) dengan ion karbonat
maka akan diperoleh dengan mudah
endapan tembaga(II) karbonat seperti gambar di bawah ini:
4. Reaksi pertukaran ligan yang
melibatkan ion klorida
Pada percobaan ini, Jika di tambahkan asam klorida ke dalam
larutan yang mengandung ion heksaaquotembaga(II), enam molekul air digantikan
oleh empat ion klorida.
|
Reaksi yang terjadi
berlangsung reversibel.
Karena reaksi berlangsung
secara reversibel, maka yang kita memperoleh campuran warna dari kedua ion
kompleks.
Dari hasil pengamatan kami
pada percobaan ini reaksi yang terjadi tidak mengalami perubahan warna.
Walaupun secara teori dari hasil reaksi ini akan menghasilkan warna hijau
seperti gambar dibawah ini.
Hal ini terjadi mungkin
karena ada tambahan air ke dalam larutan yang berwarna hijau, maka larutan
tersebut akan kembali berwarna biru.
Dimana dalam mereaksikan ion
tetraklorokuprat(II) dengan ion tetraklorokuprat(II) kita mungkin dapat
menemukan beraneka warna ion tetraklorokuprat(II) mulai dari hijau minyak
zaitun atau kuning. Jika kamu menambahkan air ke dalam larutan yang berwarna
hijau, maka larutan tersebut akan kembali berwarna biru.
B.
Stabilitas
senyawa kompleks yang terbentuk dari ion tembaga (II) dengan beberapa ligan
Pada praktikum ini kita ingin
menentukan urutan stabilitas dari ion kompleks tembaga (II) dengan ligan –
liganya. Pada tahap pertama
CO, CN- > phen > NO2-
> en > NH3 > NCS- > H2O > F-
> RCOO- > OH- > Cl- > Br-
> I-
I− < Br− < S2− < SCN− < Cl− < NO3− < N3− < F− < OH− < C2O42− < H2O < NCS− < CH3CN < py < NH3 < en < 2,2'-bipiridina < phen < NO2− < PPh3 < CN− < CO
0 komentar:
Posting Komentar